Jumat, 25 Januari 2013

KONSEP MURABAHAH DALAM PERBANKAN SYARIAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Dewasa ini lembaga keuangan berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahasa Arab.  Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Murabahah.
Murabahah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan.[1] Karena keuntungan yang menjanjikan itulah Sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka.[2]
2.        Rumusan Masalah.
Dari latar belakang diatas ada beberapa hal yang penting untuk dibahas, yaitu:
1.      Apa pengertian dari Murabahah?
2.      Apa dalil yang menjadi landasan Murabahah?
3.      Apa saja yang menjadi rukun dan syarat Murabahah?
4.      Bagaimanakah konsep Murabahah dalam perbankan syariah?

3.        Tujuan Penulisan.
Dari rumusan masalah diatas, penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Murabahah.
2.      Untuk mengetahui dalil yang menjadi landasan Murabahah.
3.      Untuk mengetahui rukun dan syarat Murabahah.
4.      Untuk mengetahui konsep Murabahah dalam perbankan syariah.




BAB II
PEMBAHASAN
1.        Pengertian Murabahah
Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan).[3] Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.[4] Dalam pengertian lain Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal inilah yang membedakan Murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.[5]

2.        Landasan Syariah Murabahah
a.      Al-Qur’an
Firman Allah QS. An-Nissa’ : 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
           
            Firman Allah QS. Al-Baqarah : 275
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Terjemahnya:
“..................Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

b.      Al-Hadits
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasullulah Saw bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. al-Baihaqi, Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)

Dari Suhaib  ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)

3.        Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun Murabahah yaitu :
a.         Transaktor (pihak yang bertransaksi).
b.        Obyek murabahah.
c.         Ijab dan kabul.

Syarat Murabahah yaitu :
a.         Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
b.        Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c.         Kontrak harus bebas riba.
d.        Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e.         Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya: jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya unsur keterbukaan.[6]

Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d) dan (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan :[7]
a.         Melanjutkan pilihan seperti apa adanya.
b.        Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
c.         Membatalkan kontrak.

4.        Konsep Murabahah dalam Perbankan Syariah
a.      Pengertian dan Makna
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah Swt.[8]
Jual beli Murabahah yang dilakukan lembaga keuangan syariah dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:
  1. al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’.
  2. al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’.
  3. Bai’ al-Muwa’adah.
  4. al-Murabahah al-Mashrafiyah.
  5. al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP).
b.        Manfaat Murabahah kepada Perbankan Syariah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.
Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem Murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Diantara resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut :
a.       Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b.      Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c.       Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d.      Dijual; karena Murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika demikian, resiko untuk default akan besar.

Secara umum, aplikasi perbankan dari Murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :[9]
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli murabahah KPP ini terdiri dari:[10]
1.        Ada tiga pihak yang terkait yaitu:
a.    Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang dari lembaga keuangan.
b.    Penjual barang kepada lembaga keuangan.
c.    Lembaga keuangan yang memberi barang sekaligus penjual barang kepada pemohon atau pemesan barang.
2.        Ada dua akad transaksi yaitu:
a.    Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b.    Akad dari lembaga keuangan kepada pihak yang minta dibelikan (pemohon).

3.        Ada tiga janji yaitu:
a.    Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b.    Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membali barang untuk pemohon.
c.    Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut dari lembaga keuangan.


BAB III
PENUTUP
1.        Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa;
§   Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
§   Dalil yang menjadi landasan murabahah adalah QS. An-Nissa’: 29, Al-Baqarah: 275 dan beberapa hadits Rasulullah Saw.
§   Rukun dari murabahah ada 3, yaitu adanya Transaktor (pihak yang bertransaksi); Obyek murabahah; dan Ijab dan kabul.
Sedangkan syaratnya adalah Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah; kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan; kontrak harus bebas riba; Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian; dan Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya: jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya unsur keterbukaan.
§   Dalam perbankan syariah, murabahah mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dan di negara Indonesia sendiri dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP); Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.



2.        Saran
Marilah para perilaku ekonomi terutama para pelaku pasar dan perbankan untuk meningkatkan pelayanan yang terbaik dan teradil agar masyarakat muslim dan non-muslim tertarik dan tergerak untuk menggunakan system pembiayaan syariah. Terutama para pelaku perbankan syariah dalam menggunakan pembiayaan murabahah. Atau jangan hanya menjalankan pembiayaan murabahah saja, tetapi masih ada yang lain seperti mudharabah, musyarakah, dan lain sebagainya.










DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ath-Thoyaar, Prof. DR., al-Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-Tathbii. Cet. II, 1414H.

al-Qaamus al-Muhith.

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya. Surabaya : Al-Hidayah, 2002.




Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Wiroso,SE,MBA. Jual Beli Murabahah.  (Yogyakarta:  UII Press Yogyakarta)
























[1] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek  (Cet. I: Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 101.
[2] Prof. DR. Abdullah Ath-Thoyaar, al-Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-Tathbii. (Cet. II, 1414H),  h. 307.
[3] al-Qaamus al-Muhith. h. 279.
[4]Muhammad Syafi’i Antonio, op. cit.
[7] Muhammad Syafi’i Antonio, op. cit,  h. 102.

[8] Wiroso,SE,MBA. Jual Beli Murabahah.  (Yogyakarta:  UII Press Yogyakarta),  h.14.
[9] Muhammad Syafi’i Antonio, op. cit,  h. 107.