Selasa, 22 Mei 2012

Makalah Pemikiran Kalam Mu'tazilah dan Syi'ah


BAB  1
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pemikiran kalam belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya kepada Nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi wafat. Nabi tempat bertanya sudah tidak ada. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat semakin berkembang pesat karena terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan budaya yang lebih maju. Penganut Islam sudah beragam dan sebagiannya telah menganut agama lain dan memiliki kebudayaan lama. Hal-hal yang diterima secara imani mulai dipertanyakan dan dianalisa.
Dalam islam sebenarnya terdapat lebih dari satu pemikiran-pemikiran kalam. Namun yang akan dibahas pada makalah ini adalah Pemikiran Kalam aliran Al-mu’tazilah dan Syi’ah.

2.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas bisa menimbulkan beberapa pertanyaan yang penting untuk dibahas, yaitu:
1.      Bagaimanakah pemikiraan kalam Al-Mu’tazilah?
2.      Bagaimanakah pemikiran kalam Syi’ah?

3.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui bagaimana pemikiran kalam Al-mu’tazilah.
2.      Untuk mengetahui bagaimana pemikiran kalam Syi’ah.


4.      Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Agar kita lebih memahami tentang pemikiran kalam Al-mu’tazilah dan Syi’ah.
2.      Dapat membantu dalam membangun diri sendiri untuk berfikir lebih mendalam dan menyadari bahwa ia mahkluk Tuhan.
3.      Dapat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan.

5.      Penegasan Istilah
a.       Pemikiran adalah sebuah proses yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
b.      Kalam secara bahasa adalah setiap lafadz yang digunakan untuk suatu makna (baik berupa kata atau kalimat). Secara istilah kalam, adalah kalimat, yaitu lafadz yang mengandung faedah.
c.       Mu’tazilah adalah kata dalam bahasa arab yang asalnya yaitu ‘aza atau i’tazala, kata-kata ini diulang dalam Al-quran sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’ad ‘ani al- syai-i : menjauhi sesuatu.
Mu’tazilah adalah firqoh Islamiyyah (aliran dalam islam) yang muncul pada masa akhir dinasti umayyah dan tumbuh pesat pada masa dinasti abbasiyyah. Mereka berpegang pada kekuatan rasionalitas dalam memahami aqidah Islam (al-Aqidah al-Islamiyyah).
d.      Syi’ah dari segi bahasa berarti pengikut, kelompok, atau golongan. Dari segi terminologi berarti satu faham dalam islam yang menyakini bahwa khalifah ke-empat dari Khulafahur Rasyidin adalah khalifah Ali bin Abi Thalib dan keturunanya adalah imam – imam atau para pimpinan agama dan umat setelah Nabi Muhamad SAW.

BAB  II
PEMBAHASAN
A.     Pemikiran Kalam Al-Mu’tazilah
Mu’tazilah sebagai sebuah aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri. Yang dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah konsep-konsep yang dihasilkan dari dasar dan pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.
Mu’tazilah adalah kelompok yang mengadopsi faham qodariyah, yaitu faham yang mengingkari takdir Allah; dan menjadikan akal (rasio) sebagai satu-satunya sumber dan metodologi pemikirannya. Dari sinilah pemikiran Mu’tazilah berakar dan melahirkan berbagai kongklusi teologis yang menjadi ideologi yang mereka yakini.
Disebutkan dalam buku “al-mausu’ah al-muyassaroh fi’ladyan wa’lmadzahib wa’lahzab al-mu’ashirah” bahwa pada awal sekte Mu’tazilah ini mengusung dua pemikiran yang menyimpang (mubtadi’), yaitu:
1.      Pemikiran bahwa manusia punya kekuasaan mutlak dalam memilih apa yang mereka kerjakan dan mereka sendirilah yang menciptakan pekerjaan tersebut.
2.      Pemikiran bahwa pelaku dosa besar bukanlah orang mu’min tetapi bukan pula orang kafir, melainkan orang fasik yang berkedudukan diantara dua kedudukan –mu’min dan kafir- (manzilatun baina ‘lmanzilataini)
Dari dua pemikiran yang menyimpang ini kemudian berkembang dan melahirkan pemikiran-pemikiran turunan seiring dengan perkembangan mu’tazilah sebagai sebuah sekte pemikiran.
Sejalan dengan keberagamaan akal manusia dalam berfikir maka pemikiran yang dihasilkan oleh sekte Mu’tazilah ini pun sama beragamnya. Tidak hanya beragam akan tetapi melahirkan sub-sub sekte yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap sub sekte memiliki corak pemikiran tersendiri yang ditentukan oleh corak pemikiran pimpinan sub sekte tersebut.
Dalam bukunya, ”Al-farqu baina ‘lfiraq”, Al-Baghdadi menyebutkan bahwa sekte Mu’tazilah terbagi menjadi 20 sub sekte. Ke 20 sub sekte ini disebutnya sebagai Qodariyah Mahdhah. Selain 20 sub sekte tersebut masih ada lagi 2 sub sekte Mu’tazilah yang oleh al-Baghdadi digolongkan sebagai sekte yang sudah melampaui batas dalam kekafiran, kedua sekte tersebut adalah: Al-khabithiyah dan Al-himariyyah. Namun, meskipun sudah terbagi dalam lebih dari 20 sub sekte mereka masih memiliki kesatuan pandangan dalam beberapa pemikiran. Hal tersebut ditegaskan Al-Baghdadi dengan menyebutkan enam pemikiran yang mereka sepakati, pemikiran-pemikiran tersebut adalah:
a.       Pemikiran bahwa Allah tidak memiliki sifat azali. Dan pemikiran bahwa Allah tidak memiliki ‘ilmu, qudrah, hayat, sama’, bashar, dan seluruh sifat azali.
b.       Pemikiran tentang kemustahilan melihat Allah dengan mata kepala dan keyakinan mereka bahwa Allah sendiri tidak bisa melihat “diri”-Nya dan yang lain pun tidak bisa melihat “diri”-Nya.
c.       Pemikiran tentang ke-baru-an (hadits) kalamullah dan ke-baru-an perintah, larangan, dan khabar-Nya. Yang kemudian kebanyakan mereka mengatakan bahwa kalamullah adalah makhluk-Nya.
d.      Pemikiran bahwa Allah bukan pencipta perbuatan manusia bukan pula pencipta perilaku hewan. Keyakinan mereka bahwa manusia sendirilah yang memiliki kemampuan (Qudrah) atas perbuatanya sendiri dan Allah tidak memiliki peran sedikitpun dalam seluruh perbuatan manusia juga seluruh prilaku hewan. Inilah alasan Mu’tazilah disebut qodariyah oleh sebagaian kaum muslimin.
e.       Pemikiran bahwa orang muslim yang fasiq berada dalam satu manzilah di antara dua manzilah -mu’min dan kafir- (manzilatun baina manzilataini). Inilah alasan mereka disebut Mu’tazilah.
f.         Pemikiran bahwa segala sesuatu perbuatan manusia yang tidak di perintahkan oleh Allah atau dilarang-Nya adalah sesuatu yang pada dasarnya tidak Allah kehendaki.
Inilah sebagian produk pokok pemikiran Mu’tazilah yang cukup mewakili identitas Mu’tazilah sebagai sebuah sekte pemikiran. Seluruh pemikiran Mu’tazilah adalah produk dari kekuatan mereka berpegang teguh pada akal rasional. Sehingga sekte ini adalah sekte yang paling menguasai ilmu kalam.
Selanjutnya, dari enam pemikiran yang menjadi konsensus seluruh sub sekte Mu’tazilah di atas mereka merangkum kembali menjadi lima dasar (ushul) pemikiran yang menjadi trade mark mereka.
Kelima dasar pemikiran tersebut adalah: Al-Tauhid, Al-Adlu (keadilan Allah), Al-wa’id wal wa’id (janji dan ancaman Allah), Al-manzilatu baina ‘lmanzilataini, Amal Ma’ruf Nahi munkar. Berikut kutipannya dengan sedikit perubahan:
a.       Al-Tauhid
Mereka meyakini bahwa Allah di sucikan dari perumpamaan dan permisalan (laisa kamislihi syai-un) dan tidak ada yang mampu  menentang  kekuasaan-Nya  serta tidak berlaku pada-Nya apa yang berlaku pada manusia. Ini adalah faham yang benar, akan tetapi dari sini mereka menghasilkan konklusi yang bathil: kemustahilan melihat Allah sebagai konsekwensi dari penegasan sifat-sifat (yang menyerupai manusia), dan keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk sebagai konsekwensi dari penegasan Allah memiliki sifat kalam.
b.      Al-Adlu (keadilan Allah)
Maksud mereka dengan keadilan Allah adalah bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-hamba-Nya dan tidak menyukai kerusakan. Akan tetapi hamba-hamba-Nyalah yang melakukan apa-apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya dengan kekuatan (qudrah) yang Allah jadikan buat mereka. Dan bahwasanya Allah tidak memerintah kecuali dari yang dibenci-Nya. Dan Allah adalah penolong bagi terlaksananya kebaikan yang diperintahkan-Nya dan tidak bertanggungjawab atas terjadinya kemungkaran yang dilarang-Nya.
c.       Al-Wa’du wal Wa’id (Janji dan ancaman)
Prinsip janji dan ancaman yang dipegang Mu’tazilah adalah untuk membuktikan keadilan Tuhan sehingga manusia dapat merasakan balasan tuhan atas perbuatannya. Disinilah peranan janji dan ancaman bagi manusia agar tidak terlalu menjalankan kehidupannya.
d.       Al-manzilah bainal manzilataini (tempat diantara dua tempat)
Yang dimaksud tempat diantara dua tempat adalah tempat bagi orang-orang yang fasik, yaitu orang-orang Mu’tazilah yang melakukan dosa besar, tetapi tidak musyrik. Nanti akan ditempatkan disuatu tempat diantara surga dan neraka.

e.        Amar Ma’ruf Nahi Munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran)
Mereka menetapkan bahwa hal ini (Amar ma’ruf nahi mungkar) adalah kewajiban seluruh mu’minin sebagai bentuk penyebaran dakwah islam, penyampaian hidayah bagi mereka yang tersesat, dan bimbingan bagi mereka yang menyimpang. Semuanya dilakukan sesuai kemampuan, bagi yang mampu dengan penjelasan maka dengan penjelasan, yang mampu dengan pedang maka dengan pedang.
Dari pemaparan tentang pemikiran mu’tazilah di atas, terlihat bahwa akal adalah satu-satunya sandaran pemikiran mereka. Oleh karena itu, terkenallah bahwa mu’tazilah adalah pengusung teolagi nasionalitas. Teologi nasionalitas yang di usung kaum mu’tazilah tersebut bercirikan :
Pertama, kedudukan akal tinggi di dalamnya, sehingga mereka tidak mau tunduk kepada arti harfiah dari teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan ilmiyah. Mereka tinggalkan arti harfiah teks dan ambil arti majazinya, dengan lain kata mereka tinggalkan arti tersurat dari nash wahyu dan mengambil arti tersiratnya. Mereka dikenal banyak memakai ta’wil dalam memahami wahyu.
Kedua, Akal menunjukan kekuatan manusia, maka akal yang kuat menggambarkan manusia yang kuat, yaitu manusia dewasa, manusia dewasa, berlainan dengan anak kecil, mampu berdiri sendiri, mempunyai kebebasan dalam kemauan serta perbuatan, dan mampu berpikir secara mendalam. Karena itu aliran ini menganut faham qadariah, yang di barat dikenal dengan istilah free-will and free-act, yang membawa kepada konsep manusia yang penuh dinamika, baik dalam perbuatan maupun pemikiran.
Ketiga, Pemikiran filisofis mereka membawa kepada penekanan konsep Tuhan Yang Maha Adil. Maka keadilan Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran teologi mereka. Keadilan Tuhan membawa mereka selanjutnya kepada keyakinan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, dalam al-Qur’an disebut Sunnatullah, yang mengatur perjalanan apa yang ada di alam ini. Alam ini berjalan menurut peraturan tertentu, danperaturan itu perlu dicari untuk kepentingan hidup manusia di dunia ini.
Teologi rasional Mu’tazilah inilah, dengan keyakinan akan kedudukan akal yang tinggi, kebebasan manusia dalam berfikir serta berbuat dan adanya hukum alam ciptaan tuhan, yang membawa pada perkembangn islam, bukan hanya filsafat, tetapi juga sains, pada masa antara abad ke VIII dan XIII M.
B.     Pemikiran Kalam Syi’ah
Mengenai latar belakang munculnya aliran Syi’ah, terdapat dua pendapat: Pertama menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan Perang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali di sebut Khawarij.
Kaum Syi’ah memiliki lima pemikiran yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima pemikiran itu adalah :
1.      Al- Tauhid

Kaum Syi’ah  mengimani sepenuhnya bahwa Allah itu ada, Maha Esa, tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan  tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.


2.      Al-Adlu

Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan  perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.

3.      Al-Nubuwwah

Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutus sejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.

4.      Al-Imamah

Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.

5.      Al-Ma’ad

Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan  adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.






BAB  III
PENUTUP
1.      Analisa
Dari pembahasan diatas, penulis berkesimpulan bahwa penulis lebih setuju dengan pemikiran aliran Syi’ah. Salah satu pemikiran itu adalah dimana Syi’ah mempercayai adanya sifat-sifat Allah, sedangkan Al-Mu’tazilah memiliki pemikiran bahwa Allah tidak memiliki ‘ilmu, qudrah, hayat, sama’, bashar, dan seluruh sifat azali. Salah satu sifat Allah adalah Wahdaniyyah yaitu Esa atau tunggal. Hal ini sesuai dengan kalimat syahadat, “Asyhadu alaa ila ha illalllah” tiada Tuhan selain Allah. Sifat ini ditegaskan kembali didalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya: 22.
“Sekiranya ada dilangit dan dibumi tuhan-tuhan selain Allah, tentunya keduanya itu sudah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”
2.      Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
·        Pemikiran Al-Mu’tazilah adalah
1.      Al-Tauhid
Mereka meyakini bahwa Allah di sucikan dari perumpamaan dan permisalan (laisa kamislihi syai-un) dan tidak ada yang mampu menentang kekuasaan-Nya serta tidak berlaku pada-Nya apa yang berlaku pada manusia
2.      Al-Adlu (keadilan Allah)
Maksud mereka dengan keadilan Allah adalah bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-hamba-Nya dan tidak menyukai kerusakan. Akan tetapi hamba-hamba-Nyalah yang melakukan apa-apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya dengan kekuatan (qudrah) yang Allah jadikan buat mereka.
3.      Al-Wa’du wal Wa’id (Janji dan ancaman)
Prinsip janji dan ancaman yang dipegang Mu’tazilah adalah untuk membuktikan keadilan Tuhan sehingga manusia dapat merasakan balasan tuhan atas perbuatannya. Disinilah peranan janji dan ancaman bagi manusia agar tidak terlalu menjalankan kehidupannya.
4.      Al-manzilah bainal manzilataini (tempat diantara dua tempat)
Yang dimaksud tempat diantara dua tempat adalah tempat bagi orang-orang yang fasik, yaitu orang-orang Mu’tazilah yang melakukan dosa besar, tetapi tidak musyrik. Nanti akan ditempatkan disuatu tempat diantara surga dan neraka.
5.       Amar Ma’ruf Nahi Munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran)
Mereka menetapkan bahwa hal ini (Amar ma’ruf nahi mungkar) adalah kewajiban seluruh mu’minin sebagai bentuk penyebaran dakwah islam, penyampaian hidayah bagi mereka yang tersesat, dan bimbingan bagi mereka yang menyimpang. Semuanya dilakukan sesuai kemampuan, bagi yang mampu dengan penjelasan maka dengan penjelasan, yang mampu dengan pedang maka dengan pedang.
·        Pemikiran kalam Syi’ah adalah:
a.       Al- Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha Esa, tunggal, tempat bergant seoran ung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada g pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.

b.      Al-Adlu
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.

c.       Al-Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.

d.      Al-Imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.

e.       Al-Ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.




3.      Saran
            Harapan saya kepada para pembaca agar mengamalkan setiap ilmu yang diperoleh agar ilmu tersebut tidak sia-sia.
Harapan saya kepada para pembaca khususnya bagi dosen pembimbing mata kuliah ini agar kiranya memperbaiki setiap kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja dalam uraian isi makalah ini.



















DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1919834-kalam-syi’ah/
http://jenongsendiri.wordpress.com/2011/06/10/teologi-mu’tazilah-dan-pemikirannya/
http://sevensweet.wordpress.com/2010/05/17/pemikiran-teologi-mu’tazilah/
Nasir, Sahilun A. Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,                         
            1996.
Nasution, Harun, Teologi islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,      Jakarta: Universitas Indonesia, 1986.