Rabu, 10 April 2013

Makalah Kemuhammadiyahan

BAB I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Dalam perkembangan zaman dari sejak dulu sampai sekarang, banyak sekali hal-hal yang dilakukan umat manusia, khususnya umat islam yang mulai melenceng dari agama. Maka dari itu, banyak hal yang dilakukan oleh sosok KH.Ahmad Dahlan, Dengan Pemikirannya yang sangat luas KH.Ahmad Dahlan membentuk sebuah organisasi yaitu bernama Muhammadiyah. Persyerikatan Muhammadiyah yang didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M di Kauman Yogyakarta. Menurut asal katanya diambil dari bahasa arab yang berarti “Muhammad” adalah nama rasul terakhir Muhammad Saw, “iyah” berarti pengikut, jadi Muhammadiyah adalah pengikut Nabi Muhammad Saw. Dengan kata lain Muhammadiyah itu adalah umat Islam yang hidup dan kehidupannya mengikuti, mencintai dan menghidupkan sunnah, tuntunan dan pelajaran serta melangsungkan usaha dakwah Islam A’mar Ma’ruf Nahi Munkar.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah, maka muhammadiyah berhadapan dengan berbagai macam tantangan, diantaranya  adalah budaya dan tradisi masyarakat di Indonesia yang tidak sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Tiga musuh utama Muhammadiyah adalah TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat). Pada pembahasan makalah penelitian ini, penulis akan membahas mengenai budaya Kaili yang ada diSulawesi Tengah, yang bertentangan dengan dakwah Muhammadiyah, khususnya apa saja budaya Kaili yang masuk dalam kategori TBC.
2.        Rumusan Masalah.
Dari latar belakang diatas ada beberapa hal yang penting untuk dibahas, yaitu:
1.      Bagaimana kebudayaan Masyarakat Kaili?
2.      Apakah yang dimaksud dengan TBC?
3.      Apa saja budaya masyarakat kaili yang masuk dalam kategori TBC menurut pandangan Muhammadiyah?

3.        Tujuan Penelitian.
Dari rumusan masalah diatas, penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1.      Untuk mengetahui kebudayaan masyarakat kaili.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan TBC.
3.      Untuk mengetahui budaya masyarakat kaili yang masuk dalam kategori TBC menurut pandangan Muhammadiyah.

BAB II
PEMBAHASAN
1.        Kebudayaan Masyarakat Kaili.
Kaili, adalah salah satu kelompok etnik di antara 12 (dua belas) kelompok etnik yang mendiami Propinsi Sulawesi Tengah. Dua belas kelompok etnik yang menjadi penduduk (asli) Sulawesi Tengah, etnis Kaililah yang terbesar jumlahnya, yaitu kira-kira 45% dari seluruh jumlah penduduk Sulawesi Tengah. Orang kaili oleh sebagian ahli ilmu bangsa-bangsa disebut juga Toraja Barat atau Toraja Palu, Toraja Parigi-Kaili, Toraja Sigi. Sebelum masyarakat Kaili menganut agama Islam, mereka menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya bahwa gunung-gunung, sungai-sungai, pohon-pohon besar, dan batu-batu besar mempunyai makhluk halus sebagai penghuninya. Kepercayaan itu disebut dalam bahasa Kaili Tumpuna. Tumpuna berarti makhluk halus yang menjaga tempat-tempat tersebut. Masyarakat Kaili menjaga dan memelihara makhluk-makhluk halus pada setiap tempat tersebut dengan memberi servis, yaitu memberi sajian-sajian beserta mantra-mantranya. Servis itu dipimpin oleh seorang dukun (Bahasa Kaili: Sando) untuk mengantar ke tempat-tempat yang dianggap mempunyai makhluk halus seperti tempat-tempat yang telah disebutkan.
Masyarakat Kaili di Propinsi Sulawesi Tengah mempercayai bahwa agama Islam mulai masuk di Tanah Kaili pada permulaan abad ke-17, dibawa oleh Abdullah Raqie, yang bergelar Datok Karama. Kelompok-kelompok etnis Kaili yang mengetahui dan memahami pentingnya ajaran agama Islam untuk diamalkan oleh setiap muslim maka mereka mempunyai perilaku budaya yang Islami. Sebaliknya, kelompok-kelompok etnik Kaili yang mengetahui dan memahami ajaran Islam tetapi tidak mampu mengamalkan dan atau hanya mengamalkan separuh-separuh, sehingga akan mewujudkan budaya yang tidak Islami. Namun tidak bisa dipungkari bahwa masih terdapat orang-orang Kaili yang beragama Islam mempunyai perilaku yang belum sepenuhnya mengamalkan kebudayaan Islam.
Masyarakat Kaili memiliki beberapa tradisi yang masih dilakukan hingga saat ini, di antaranya adalah:
a.       Upacara Penyembuhan Penyakit. Suku Kaili melakukan penyembuhan penyakit melalui dukun bila ada orang sakit yang dianggap ditegur oleh makhluk halus. Orang sakit itu diobati dengan suatu upacara yang disebut Balia. Balia sebagai salah satu media penyembuhan orang sakit, tak jarang dijumpai dalam pola hidup masyarakat kaili saat ini, bila ada anggota keluarga yang sakit, sudah dibawa ke dokter, diinapkan di rumah sakit, tapi tak kunjung sembuh, sebagai upaya penyembuhan secara adat istiadat diupacarakan dengan ritual Balia. Sebelum melaksanakan ritual Balia yang paling utama adalah menyediakan sesaji yang akan dibawa ke sebuah tempat yang dinamakan palaka, yaitu sebuah rumah-rumah kecil yang dibungkus kain kuning. Sesaji itu dimaksudkan agar upacara Balia berjalan dengan lancar.
b.      Upacara kematian. Bila orang kaili meninggal dunia maka jenazahnya tidak langsung dikuburkan, melainkan jenazah itu disimpan dalam peti kayu yang tertutup rapat-rapat untuk menunggu sanak-familinya dalam rangka upacara penguburannya. Sesudah sanak famili datang semuanya maka dilakukan penguburan jenazah dan sesudah itu dilakukan pemotongan kambing atau sapi untuk dihidangkan kepada keluarga yang datang. Pemotongan hewan tersebut, diharapkan supaya roh jenazah memiliki tunggangan menuju akhirat. Namun saat ini penggunaan peti kayu sudah jarang dilakukan oleh masyarakat kaili yang beragama Islam, hanya saja jika ada yang meninggal dunia, maka keluarga yang ditinggalkan akan mengadakan tahlilan. Jika yang meninggal perempuan, maka tahlilan dilakukan pada malam ke-3, 7, 10, 14, 20 – 104. Jika yang meninggal laki-laki hanya sampai malam ke-100.
c.       Jika ada masyarakat kaili yang hendak membangun sebuah rumah, maka pondasi rumah harus diberi darah ayam, hal ini dimaksudkan agar roh jahat atau makhluk halus tidak mengganggu pemilik rumah serta mendatangkan keselamatan. Selain itu, tiang tengah rumah bagian atas harus di tutupi atau dibungkus menggunakan kain putih sepanjang 1 meter, serta tak lupa pisang sepatu 1 tundun dan kelapa yang sudah memiliki tunas digantungkan di tiang tersebut.
d.      Jika masyarakat kaili mendapatkan suatu rezki, seperti memiliki rumah baru, mobil baru dan lain sebagainya. Maka akan membuat acara Balabe atau acara syukuran, sebagai ucapan rasa syukur dan agar rezeki terus bertambah. Balabe juga sering dilakukan dalam menyambut bulan suci Ramadhan, hari besar Islam,  aqiqah, acara pernikahan dan lain sebagainya. Dalam acara Balabe ada seorang yang akan membacakan do’a yang di sebut Labe, biasanya tuan rumah akan meminta dibacakan Barasanji, yaitu bacaan Shalawat untuk Nabi Muhammad Saw.
e.       Jika hari lebaran tiba, masyarakat kaili yang beragama Islam akan berziarah ke kuburan saudaranya yang telah meninggal untuk mengirimkan do’a, tak lupa mereka membawa dupa, beberapa jenis bunga dan air yang yang akan disiramkan di atas kuburan. Dupa dimaksudkan agar do’a yang dibacakan dibawa oleh asapnya sampai kelangit.
Masyarakat kaili juga percaya, Kesialan akan datang jika kita tidak memakan makanan yang ditawarkan oleh mereka atau biasa disebut Salora atau Nasalora.

2.        Pengertian TBC (Takhayul, Bid’ah, Churafat).
Penyakit TBC itu, menurut kalangan sejarawan, antara lain disebabkan oleh dakwah Walisongo yang belum tuntas. Sehingga, kondisi masyarakat Islam saat itu masih seperti masyarakat Islam Mekah. Penyakit TBC itu juga dipengaruhi oleh kedatangan kaum penjajah. Mereka sengaja memelihara penyakit masyarakat itu. Tujuannya, agar umat islam terninabobokan, tidak memberontak.
TBC adalah singkatan dari 3 penyakit masyarakat yang sulit untuk dihilangkan yaitu Takhayul, Bid’ah dan Churafat.
a)      Takhayul
Secara bahasa, takhayul berasal dari kata khayal yang berarti, apa yang tergambar pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Takhayul diartikan juga percaya kepada sesuatu yang tidak benar (mustahil) . Jadi takhayul merupakan bagian dari Churafat. Takhayul menjadikan seorang menyembah kepada pohon, batu atau benda keramat lainnya, mereka beralasan menyembah batu, pohon, keris dan lain sebagainya untuk mendekatkan diri kepada Allah atau karena benda-benda tersebut memiliki kekuatan yang mampu menolak suatu bencana atau mampu mendatangkan sebuah kemaslahatan. Jika demikian maka  ibadah seorang hamba akan keropos dan hancur.
Allah Swt berfirman dalam Al Quran Surat An Nisa’:48
اِنَّاللهَلاَيَغْفِرُاَنْيُشْرَكَبِهِوَيَغْفِرُمَادُوْنَذَالِكَلِمَنْيَّشَآءُوَمَنْيُّشْرِكْبِاللهِفَقَدِافْتَرَىاِثْمًاعَظِيْمًا
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni segala dosa yang lain selain dari dosa syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. dan barang siapa yang mempersekutu kan Allah sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An Nisa’:48).



b)     Bid’ah
Bid'ah Mirip Syari’at Tetapi Sesat. Pengertian bid’ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru atau membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam tinjauan bahasa memang mobil itu bid’ah, microphone itu bid’ah, computer itu bid’ah, handphone juga bid’ah. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Saw.
Bid’ah yang dimaksud Nabi Saw adalah bid’ah dalam tinjauan syar’i. Adapun bid’ah dalam tinjaun syar’i, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Asy-Syatibi dalam kitab Al-I’tisham, bid’ah adalah suatu cara beragama yang mirip dengan syari’at yang dengan melakukannya seseorang bermaksud melakukan ibadah kepada Allah. Bid’ah menjadikan pelakunya semakin jauh kepada Allah. Hasan Al-Bashri mengungkapkan, “Bagi para pelaku bid’ah, bertambahnya kesungguhan ibadah (yang dilandasi bid’ah), hanya akan menambah jauhnya kepada Allah.”  Mengenai pentingnya kewaspadaan terhadap bid’ah ini, mendekati wafatnya Nabi memberikan beberapa wasiat, diantaranya:

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ  
Artinya:
”Jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.”
(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

c)      Churafat
Definisi Churafat menurut Kamus Bahasa Arab : (Al-Mujam al-Wasit), yaitu Cerita-cerita yang mempesonakan yang dicampuradukkan dengan perkara dusta (Al-Marbawi). Atau Kepercayaan yang diada-adakan berpandukan kepada perbuatan-perbuatan dan kejadian-kejadian alam yang berlaku.  Kesimpulannya Churafat adalah Semua cerita, rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantang larang, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam.
Churafat adalah bidah akidah. Bentuk-bentuk Churafat yaitu; kepercayaan kepada keramat seperti kubur, pokok kayu, telaga, batu, bukit, tongkat dan sebagainya.

3.        Budaya Masyarakat Kaili yang Masuk dalam Kategori TBC menurut Pandangan Muhammadiyah.
Selama ini, Muhammadiyah dipersepsi masyarakat sebagai lembaga keagamaan yang gigih memberantas  TBC (takhayul, bid’ah, churafat). Dengan pemberantasan TBC, Muhammadiyah menegaskan tuntunan Islam secara pasti seperti  diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bertitik tolak dari penegasan  ini, maka seluruh amal-perbuatan  itu dilarang, kecuali  yang sesuai diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sabda Nabi menyebutkan, “semua rekaan-rekaan (bid’ah) dalam suatu ibadah adalah sesat, dan semua yang sesat akan masuk ke neraka”. Artinya, amal perbuatan orang Islam hendaknya sesuai dengan anjuran Nabi. Jangan membuat aturan baru atau menambah hal-hal yang baru, termasuk di antaranya memasukkan TBC dalam peribadahan agama Islam.
KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah dalam berbagai pengajian dan syiar dakwahnya selalu menekankan agar menegakkan agama Islam yang benar, jangan sampai dirusak oleh TBC meskipun hanya sedikit. Begitulah keyakinan beliau untuk  menanamkan jiwa dan amalan agama Islam yang bersih dan lurus seperti yang ditentukan oleh Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Dengan demikian munculnya Muhammadiyah dimaknai sebagai gerakan dakwah yang hendak berusaha menekankan pengajaran serta pendalaman nilai-nilai Islam sebenarnya.
Awal masuknya Muhammadiyah di Sulawesi tengah dibawa oleh seorang tokoh besar nasional, Buya Hamka mantan ketua PP Muhammadiyah seorang ulama besar asal Padang Sumatera Barat. Daerah yang menjadi basis gerakan dakwah adalah Desa Wani – Kabupaten Donggala. Pada saat itu tantangan Muhammadiyah memang cukup berat. Dakwah yang disampaikan selalu dihalang-halangi, karena misi yang dibawa dianggap menggusur tradisi dan kepercayaan yang sebelumnya telah melembaga di dalam masyarakat.
Untuk dikota Palu sendiri dakwah Muhammadiyah tidaklah mudah, dikarenakan  nilai-nilai hukum ajaran agama Islam berhadapan dengan nilai-nilai hukum adat, budaya yang berlaku, dipelihara, dan ditaati sebagai sistem hukum yang mengatur masyarakat kaili. Kebudayaan masyarakat kaili yang masih mengandung TBC (Takhayul, Bid’ah, Churafat) dalam pandangan Muhammadiyah, yaitu:
1.      Penyembuhan penyakit melalui dukun bila ada orang sakit yang dianggap ditegur oleh makhluk halus.
2.      Memberikan sajian-sajian pada tempat-tempat keramat.
3.      Tahlilan, yaitu jika yang meninggal perempuan, maka tahlilan dilakukan pada malam ke-3, 7, 10, 14, 20 – 104. Jika yang meninggal laki-laki hanya sampai malam ke-100.
4.      Pembuatan pondasi rumah yang harus diberi darah ayam, agar roh jahat atau makhluk halus tidak mengganggu pemilik rumah serta mendatangkan keselamatan.
5.      Ziarah kubur yang menggunakan dupa, agar do’a yang dibacakan dibawa oleh asap dupa sampai kelangit.
6.      Terjadi kesialan jika kita tidak memakan makanan yang ditawarkan oleh orang lain atau Nasalora.
7.      Terjadi kesialan jika tidak melakukan acara balabe atau syukuran jika memiliki rumah baru, mobil baru dan lain sebagainya.
8.      Barasanji untuk mengagungkan Nabi Muhammad Saw.


BAB III
PENUTUP
1.        Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini budaya-budaya atau kepercayaan masyarakat kaili masih sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya, meskipun mereka telah beragama Islam. Untuk dikota Palu, khususnya di kelurahan Birobuli Selatan, untuk menyampaikan dakwah Muhammadiyah tidaklah mudah, dikarenakan  nilai-nilai hukum ajaran agama Islam berhadapan dengan nilai-nilai hukum adat, budaya yang berlaku, dipelihara, dan ditaati sebagai sistem hukum yang mengatur masyarakat Kaili. Sehingga sampai saat ini penyakit TBC (takhayul, bid’ah, churafat) sulit untuk di hilangkan.
2.      Saran
Keragaman paham dan tradisi adalah kenyataan sehari-hari, kita tidak bisa memungkiri hal itu. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual. Karena itu Muhammadiyah harus tetap menjalankan dakwahnya ditengah-tengah masyarakat yang masih menjalankan aktifitas-aktifitas yang syarat dengan TBC sehingga mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
DAFTAR PUSTAKA
Baidhawy, Zakiyuddin dkk, Kemuhammadiyaan Berwawasan HAM. Jakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP. Muhammadiyah,  2008.
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya. Surabaya : Al-Hidayah, 2002.
Hidayah, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia,1999.
http://senisosiologi.wordpress.com/2010/08/30/hubungan-muhammadiyah-dan-seni-tradisi/ diakses 17 Desember 2012.
Mattulada, H.A. Sejarah Kebudayaan Orang Kaili. Palu: Badan Penerbit Univ. Tadulako, [t.th].
Nadjamuddin Ramly, Hery Sucipto. Tajdid Muhammadiyah. Jakarta Selatan: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005.