BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam
perkembangan zaman dari sejak dulu sampai sekarang, banyak sekali hal-hal yang
dilakukan umat manusia, khususnya umat islam yang mulai melenceng dari agama. Maka
dari itu, banyak hal yang dilakukan oleh sosok KH.Ahmad Dahlan, Dengan
Pemikirannya yang sangat luas KH.Ahmad Dahlan membentuk sebuah organisasi yaitu
bernama Muhammadiyah. Persyerikatan Muhammadiyah yang didirikan pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M di Kauman Yogyakarta. Menurut asal
katanya diambil dari bahasa arab yang berarti “Muhammad” adalah nama rasul
terakhir Muhammad Saw, “iyah” berarti pengikut, jadi Muhammadiyah adalah pengikut Nabi
Muhammad Saw.
Dengan kata lain Muhammadiyah itu adalah umat Islam yang hidup dan kehidupannya
mengikuti, mencintai dan menghidupkan sunnah, tuntunan dan pelajaran serta
melangsungkan usaha dakwah Islam A’mar Ma’ruf Nahi Munkar.
Muhammadiyah
sebagai gerakan dakwah, maka muhammadiyah berhadapan dengan berbagai macam
tantangan, diantaranya adalah budaya dan
tradisi masyarakat di Indonesia yang tidak sejalan dengan apa yang diajarkan
oleh Rasulullah Saw. Tiga musuh utama Muhammadiyah adalah TBC (Takhayul, Bid’ah
dan Churafat). Pada pembahasan makalah penelitian ini, penulis akan
membahas mengenai budaya Kaili yang ada diSulawesi Tengah, yang bertentangan dengan dakwah Muhammadiyah, khususnya apa
saja budaya Kaili yang masuk dalam kategori TBC.
2.
Rumusan
Masalah.
Dari latar belakang diatas ada
beberapa hal yang penting untuk dibahas, yaitu:
1. Bagaimana kebudayaan Masyarakat Kaili?
2. Apakah yang dimaksud dengan TBC?
3. Apa saja budaya masyarakat kaili yang masuk dalam
kategori TBC menurut pandangan Muhammadiyah?
3.
Tujuan
Penelitian.
Dari rumusan masalah diatas, penulis memiliki tujuan
yang ingin dicapai yaitu:
1. Untuk mengetahui kebudayaan masyarakat kaili.
2. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan TBC.
3. Untuk
mengetahui budaya masyarakat kaili yang
masuk dalam kategori TBC menurut pandangan Muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kebudayaan
Masyarakat Kaili.
Kaili, adalah
salah satu kelompok etnik di antara 12 (dua belas) kelompok etnik yang mendiami
Propinsi Sulawesi Tengah. Dua belas kelompok etnik yang menjadi penduduk (asli)
Sulawesi Tengah, etnis Kaililah yang terbesar jumlahnya, yaitu kira-kira 45%
dari seluruh jumlah penduduk Sulawesi Tengah. Orang kaili oleh sebagian ahli
ilmu bangsa-bangsa disebut juga Toraja Barat atau Toraja Palu, Toraja
Parigi-Kaili, Toraja Sigi. Sebelum masyarakat Kaili menganut agama Islam,
mereka menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya bahwa gunung-gunung,
sungai-sungai, pohon-pohon besar, dan batu-batu besar mempunyai makhluk halus
sebagai penghuninya. Kepercayaan itu disebut dalam bahasa Kaili Tumpuna. Tumpuna berarti makhluk
halus yang menjaga tempat-tempat tersebut. Masyarakat Kaili menjaga dan
memelihara makhluk-makhluk halus pada setiap tempat tersebut dengan memberi
servis, yaitu memberi sajian-sajian beserta mantra-mantranya. Servis itu
dipimpin oleh seorang dukun (Bahasa Kaili: Sando) untuk mengantar ke tempat-tempat
yang dianggap mempunyai makhluk halus seperti tempat-tempat yang telah
disebutkan.
Masyarakat
Kaili di Propinsi Sulawesi Tengah mempercayai bahwa agama Islam mulai masuk di
Tanah Kaili pada permulaan abad ke-17, dibawa oleh Abdullah Raqie, yang bergelar
Datok Karama. Kelompok-kelompok
etnis Kaili yang mengetahui dan memahami pentingnya ajaran agama Islam untuk
diamalkan oleh setiap muslim maka mereka mempunyai perilaku budaya yang Islami.
Sebaliknya, kelompok-kelompok etnik Kaili yang mengetahui dan memahami ajaran
Islam tetapi tidak mampu mengamalkan dan atau hanya mengamalkan
separuh-separuh, sehingga akan mewujudkan budaya yang tidak Islami. Namun tidak bisa dipungkari bahwa masih terdapat
orang-orang Kaili yang beragama Islam mempunyai perilaku yang belum sepenuhnya
mengamalkan kebudayaan Islam.
Masyarakat
Kaili memiliki
beberapa tradisi yang masih dilakukan hingga saat ini, di antaranya adalah:
a. Upacara
Penyembuhan Penyakit. Suku Kaili melakukan penyembuhan
penyakit melalui dukun bila ada orang sakit yang dianggap ditegur oleh makhluk
halus. Orang sakit itu diobati dengan suatu upacara yang disebut Balia. Balia sebagai salah satu media penyembuhan orang sakit, tak
jarang dijumpai dalam pola hidup masyarakat kaili saat ini, bila ada anggota
keluarga yang sakit, sudah dibawa ke dokter, diinapkan di rumah sakit, tapi tak
kunjung sembuh, sebagai upaya penyembuhan secara adat istiadat diupacarakan
dengan ritual Balia. Sebelum melaksanakan ritual Balia yang
paling utama adalah menyediakan sesaji yang akan dibawa ke sebuah tempat yang
dinamakan palaka, yaitu sebuah rumah-rumah kecil yang dibungkus kain kuning. Sesaji
itu dimaksudkan agar upacara Balia berjalan dengan lancar.
b. Upacara kematian.
Bila orang kaili meninggal dunia maka jenazahnya tidak langsung dikuburkan,
melainkan jenazah itu disimpan dalam peti kayu yang tertutup rapat-rapat untuk
menunggu sanak-familinya dalam rangka upacara penguburannya. Sesudah sanak famili
datang semuanya maka dilakukan penguburan jenazah dan sesudah itu dilakukan
pemotongan kambing atau sapi untuk dihidangkan kepada keluarga yang datang. Pemotongan
hewan tersebut, diharapkan supaya roh jenazah memiliki tunggangan menuju
akhirat. Namun saat ini penggunaan peti kayu sudah jarang dilakukan oleh masyarakat
kaili yang beragama Islam, hanya saja jika ada yang meninggal dunia, maka
keluarga yang ditinggalkan akan mengadakan tahlilan. Jika yang meninggal
perempuan, maka tahlilan dilakukan pada malam ke-3, 7, 10, 14, 20 – 104. Jika
yang meninggal laki-laki hanya sampai malam ke-100.
c. Jika ada
masyarakat kaili yang hendak membangun sebuah rumah, maka pondasi rumah harus
diberi darah ayam, hal ini dimaksudkan agar roh jahat atau makhluk halus tidak mengganggu
pemilik rumah serta mendatangkan keselamatan. Selain itu, tiang tengah rumah
bagian atas harus di tutupi atau dibungkus menggunakan kain putih sepanjang 1
meter, serta tak lupa pisang sepatu 1 tundun dan kelapa yang sudah memiliki
tunas digantungkan di tiang tersebut.
d. Jika masyarakat
kaili mendapatkan suatu rezki, seperti memiliki rumah baru, mobil baru dan lain
sebagainya. Maka akan membuat acara Balabe atau acara syukuran, sebagai
ucapan rasa syukur dan agar rezeki terus bertambah. Balabe juga sering
dilakukan dalam menyambut bulan suci Ramadhan, hari besar Islam, aqiqah, acara pernikahan dan lain sebagainya.
Dalam acara Balabe ada seorang yang akan membacakan do’a yang di sebut Labe,
biasanya tuan rumah akan meminta dibacakan Barasanji, yaitu bacaan
Shalawat untuk Nabi Muhammad Saw.
e. Jika hari
lebaran tiba, masyarakat kaili yang beragama Islam akan berziarah ke kuburan
saudaranya yang telah meninggal untuk mengirimkan do’a, tak lupa mereka membawa
dupa, beberapa jenis bunga dan air yang yang akan disiramkan di atas kuburan.
Dupa dimaksudkan agar do’a yang dibacakan dibawa oleh asapnya sampai kelangit.
Masyarakat
kaili juga percaya, Kesialan akan datang jika kita tidak memakan makanan yang
ditawarkan oleh mereka atau biasa disebut Salora atau Nasalora.
2.
Pengertian TBC
(Takhayul, Bid’ah, Churafat).
Penyakit TBC
itu, menurut kalangan sejarawan, antara lain disebabkan oleh dakwah Walisongo
yang belum tuntas. Sehingga, kondisi masyarakat Islam saat itu masih seperti
masyarakat Islam Mekah. Penyakit TBC itu juga dipengaruhi oleh kedatangan kaum
penjajah. Mereka sengaja memelihara penyakit masyarakat itu. Tujuannya, agar
umat islam terninabobokan, tidak memberontak.
TBC adalah
singkatan dari 3 penyakit masyarakat yang sulit untuk dihilangkan yaitu
Takhayul, Bid’ah dan Churafat.
a)
Takhayul
Secara bahasa, takhayul berasal dari kata
khayal yang berarti, apa yang tergambar pada seseorang mengenai suatu hal baik
dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Takhayul diartikan juga percaya
kepada sesuatu yang tidak benar (mustahil) . Jadi takhayul merupakan bagian
dari Churafat. Takhayul menjadikan seorang menyembah kepada pohon, batu atau
benda keramat lainnya, mereka beralasan menyembah batu, pohon, keris dan lain
sebagainya untuk mendekatkan diri kepada Allah atau karena benda-benda tersebut
memiliki kekuatan yang mampu menolak suatu bencana atau mampu mendatangkan
sebuah kemaslahatan. Jika demikian maka ibadah
seorang hamba akan keropos dan hancur.
Allah Swt berfirman dalam Al Quran
Surat An Nisa’:48
اِنَّاللهَلاَيَغْفِرُاَنْيُشْرَكَبِهِوَيَغْفِرُمَادُوْنَذَالِكَلِمَنْيَّشَآءُوَمَنْيُّشْرِكْبِاللهِفَقَدِافْتَرَىاِثْمًاعَظِيْمًا
Terjemahnya:
Terjemahnya:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni segala dosa yang
lain selain dari dosa syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. dan barang siapa
yang mempersekutu kan Allah sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An
Nisa’:48).
b)
Bid’ah
Bid'ah Mirip Syari’at Tetapi Sesat.
Pengertian bid’ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru atau membuat sesuatu
tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam tinjauan bahasa memang mobil itu bid’ah,
microphone itu bid’ah, computer itu bid’ah, handphone
juga bid’ah. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Saw.
Bid’ah yang dimaksud Nabi Saw adalah bid’ah
dalam tinjauan syar’i. Adapun bid’ah dalam tinjaun syar’i, sebagaimana yang
disebutkan oleh Imam Asy-Syatibi dalam kitab Al-I’tisham, bid’ah adalah suatu
cara beragama yang mirip dengan syari’at yang dengan melakukannya seseorang
bermaksud melakukan ibadah kepada Allah. Bid’ah menjadikan pelakunya semakin
jauh kepada Allah. Hasan Al-Bashri mengungkapkan, “Bagi para pelaku bid’ah,
bertambahnya kesungguhan ibadah (yang dilandasi bid’ah), hanya akan menambah
jauhnya kepada Allah.” Mengenai
pentingnya kewaspadaan terhadap bid’ah ini, mendekati wafatnya Nabi memberikan
beberapa wasiat, diantaranya:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Artinya:
”Jauhilah oleh kalian perkara yang
diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan itu bid’ah
dan setiap bid’ah itu sesat.”
(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
c)
Churafat
Definisi Churafat menurut Kamus
Bahasa Arab : (Al-Mujam
al-Wasit), yaitu Cerita-cerita yang mempesonakan yang dicampuradukkan dengan
perkara dusta (Al-Marbawi). Atau Kepercayaan
yang diada-adakan berpandukan kepada perbuatan-perbuatan dan kejadian-kejadian
alam yang berlaku. Kesimpulannya Churafat adalah
Semua cerita, rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantang larang, adat
istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari
ajaran Islam.
Churafat
adalah bid’ah akidah. Bentuk-bentuk Churafat yaitu; kepercayaan kepada keramat
seperti kubur, pokok kayu, telaga, batu, bukit, tongkat dan sebagainya.
3.
Budaya
Masyarakat Kaili yang Masuk dalam Kategori TBC menurut Pandangan Muhammadiyah.
Selama ini,
Muhammadiyah dipersepsi masyarakat sebagai lembaga keagamaan yang gigih
memberantas TBC (takhayul, bid’ah, churafat). Dengan pemberantasan TBC,
Muhammadiyah menegaskan tuntunan Islam secara pasti seperti diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Bertitik tolak dari penegasan ini, maka seluruh
amal-perbuatan itu dilarang, kecuali yang sesuai diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Sabda Nabi menyebutkan, “semua rekaan-rekaan (bid’ah)
dalam suatu ibadah adalah sesat, dan semua yang sesat akan masuk ke neraka”.
Artinya, amal perbuatan orang Islam hendaknya sesuai dengan anjuran Nabi.
Jangan membuat aturan baru atau menambah hal-hal yang baru, termasuk di
antaranya memasukkan TBC dalam peribadahan agama Islam.
KH. Ahmad
Dahlan, pendiri Muhammadiyah dalam berbagai pengajian dan syiar dakwahnya
selalu menekankan agar menegakkan agama Islam yang benar, jangan sampai dirusak
oleh TBC meskipun hanya sedikit. Begitulah keyakinan beliau untuk menanamkan jiwa dan
amalan agama Islam yang bersih dan lurus seperti yang ditentukan oleh Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Dengan
demikian munculnya Muhammadiyah dimaknai sebagai gerakan dakwah yang hendak
berusaha menekankan pengajaran serta pendalaman nilai-nilai Islam sebenarnya.
Awal masuknya
Muhammadiyah di Sulawesi tengah dibawa oleh seorang tokoh besar nasional, Buya
Hamka mantan ketua PP Muhammadiyah seorang ulama besar asal Padang Sumatera
Barat. Daerah
yang menjadi basis gerakan dakwah adalah Desa Wani – Kabupaten Donggala. Pada saat itu tantangan Muhammadiyah
memang cukup berat. Dakwah yang disampaikan selalu dihalang-halangi, karena
misi yang dibawa dianggap menggusur tradisi dan kepercayaan yang sebelumnya
telah melembaga di dalam masyarakat.
Untuk dikota
Palu sendiri dakwah Muhammadiyah tidaklah mudah, dikarenakan nilai-nilai hukum ajaran agama Islam
berhadapan dengan nilai-nilai hukum adat, budaya yang berlaku, dipelihara, dan
ditaati sebagai sistem hukum yang mengatur masyarakat kaili. Kebudayaan masyarakat
kaili yang masih mengandung TBC (Takhayul, Bid’ah, Churafat) dalam pandangan
Muhammadiyah, yaitu:
1.
Penyembuhan penyakit melalui dukun
bila ada orang sakit yang dianggap ditegur oleh makhluk halus.
2.
Memberikan sajian-sajian pada
tempat-tempat keramat.
3.
Tahlilan, yaitu jika yang meninggal
perempuan, maka tahlilan dilakukan pada malam ke-3, 7, 10, 14, 20 – 104. Jika
yang meninggal laki-laki hanya sampai malam ke-100.
4.
Pembuatan pondasi rumah yang harus
diberi darah ayam, agar roh jahat atau makhluk halus tidak mengganggu pemilik
rumah serta mendatangkan keselamatan.
5.
Ziarah kubur yang menggunakan dupa,
agar do’a yang dibacakan dibawa oleh asap dupa sampai kelangit.
6.
Terjadi kesialan jika kita tidak
memakan makanan yang ditawarkan oleh orang lain atau Nasalora.
7.
Terjadi kesialan jika tidak melakukan
acara balabe atau syukuran jika memiliki rumah baru, mobil baru dan lain
sebagainya.
8.
Barasanji untuk
mengagungkan Nabi Muhammad Saw.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa sampai saat ini budaya-budaya atau kepercayaan masyarakat
kaili masih sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya, meskipun mereka telah
beragama Islam. Untuk dikota Palu, khususnya di kelurahan Birobuli
Selatan, untuk menyampaikan dakwah Muhammadiyah tidaklah mudah, dikarenakan nilai-nilai hukum ajaran agama Islam
berhadapan dengan nilai-nilai hukum adat, budaya yang berlaku, dipelihara, dan
ditaati sebagai sistem hukum yang mengatur masyarakat Kaili. Sehingga sampai
saat ini penyakit TBC (takhayul, bid’ah, churafat) sulit untuk di hilangkan.
2.
Saran
Keragaman paham dan tradisi
adalah kenyataan sehari-hari, kita tidak bisa memungkiri hal itu. Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual. Karena
itu Muhammadiyah harus tetap menjalankan dakwahnya ditengah-tengah masyarakat
yang masih menjalankan aktifitas-aktifitas yang syarat dengan TBC sehingga
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
DAFTAR PUSTAKA
Baidhawy,
Zakiyuddin dkk, Kemuhammadiyaan Berwawasan HAM. Jakarta: Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah PP. Muhammadiyah,
2008.
Departemen
Agama RI, Alquran dan Terjemahnya.
Surabaya : Al-Hidayah, 2002.
Hidayah, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: PT.
Pustaka LP3ES Indonesia,1999.
http://fakhumuntadzainuddinali.blogspot.com/2009/05/islam-dan-kebudayaan-kaili-di-sulawesi.html, diakses 17 Desember 2012.
http://senisosiologi.wordpress.com/2010/08/30/hubungan-muhammadiyah-dan-seni-tradisi/ diakses 17 Desember 2012.
Mattulada,
H.A. Sejarah Kebudayaan Orang Kaili. Palu: Badan Penerbit Univ.
Tadulako, [t.th].
Nadjamuddin
Ramly, Hery Sucipto. Tajdid Muhammadiyah. Jakarta Selatan: Grafindo
Khazanah Ilmu, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar