Tugas Mata Kuliah
Filsafat Umum
|
Hukum Ekonomi Syariah
Semester : IV
1) FILSAFAT TENTANG TUHAN
Thomas Aquinas terkenal dengan lima jalan (dalam
Bahasa Latin; quinque viae ad deum) untuk mengetahui bahwa Allah
benar-benar ada.
- Jalan 1 adalah gerak, bahwa segala sesuatu bergerak, setiap gerakan pasti ada yang menggerakkan, namun pasti ada sesuatu yang menggerakkan sesuatu yang lain, namun tidak digerakkan oleh sesuatu yang lain, Dialah Allah.
- Jalan 2 adalah sebab akibat, bahwa setiap akibat mempunyai sebabnya, namun ada penyebab yang tidak diakibatkan, Dialah sebab pertaman, Allah.
- Jalan 3 adalah keniscayaan, bahwa di dunia ini ada hal-hal yang bisa ada dan ada yang bisa tidak ada (contohnya adalah benda-benda yang dahulu ada ternyata ada yang musnah, namun ada juga yang dulu tidak ada ternyata sekarang ada), namun ada yang selalu ada (niscaya) Dialah Allah.
- Jalan 4 adalah pembuktian berdasarkan derajat atau gradus melalui perbandingan, bahwa dari sifat-sifat yang ada di dunia ( yang baik-baik) ternyata ada yang paling baik yang tidak ada tandingannya (sifat Allah yang serba maha) Dialah Allah.
- Jalan 5 adalah penyelenggaraan, bahwa segala ciptaan berakal budi mempunyai tujuan yang terarah menuju yang terbaik, semua itu pastilah ada yang mengaturnya, Dialah Allah.
Filsafat Ketuhanan menurut Descartes
adalah berawal dari fungsi iman, yang pada akhirnya berguna untuk menemukan
Allah. Tanpa iman manusia cenderung menolak Allah. Ada dua hal yang bisa
ditempuh agar Aku sampai pada Allah.
1.
Sebab akibat, bahwa dirinya sendiri
(manusia) pasti diakibatkan oleh penyebab pertama, yaitu Allah.
2.
Jalan yang kedua adalah secara
ontologis, yang diwarisinya dari Anselmus. Allah yang ada itu tidak mungkin
berdiri sendiri. Maka Allah yang ada dalam ide Descartes sempurna sudah, bahwa
Dia ada dan dapat diandalkan.
Menurut Al-Gazali,
Allah adalah zat yang Esa dan pencipta alam serta berperan aktif dalam
mengendalikan alam. Menurut Gazali, karena maha kuasa dan berkehendak mutlak,
Tuhan mampu mengubah segala ciptaan-Nya sesuai dengan kehendak mutlak-Nya.
Al-Farabi
memberi 3 istilah yang disandarkan padaTuhan: al-‘Aql (akal, sebagai zat atau
hakikat dari akal-akal); al-‘Āqil (yang berakal, sebagai subyek lahirnya
akal-akal); dan al-Ma’qūl (yang menjadi sasaran akal, sebagai obyek yang dituju
oleh akal-akal).
Adapun sistematika teori emanasi al-Farabi adalah sebagai berikut
1.
Tuhan sebagai al-‘Aql dan sekaligus
Wujud I. Tuhan sebagai al-‘Aql (Wujud I) ini berpikir tentang diri-Nya hingga
melahirkan Wujud II yang substansinya adalah Akal I → al-Samā` al-Awwal (langit
pertama).
2.
Wujud II itu berpikir tentang Wujud
I hingga melahirkan Wujud III yang substansinya Akal II → al-Kawākib
(bintang-bintang).
3.
Wujud III itu berpikir tentang Wujud
I hingga melahirkan Wujud IV yang substansinya Akal III → Saturnus.
4.
Wujud IV itu berpikir tentang Wujud
I hingga melahirkan Wujud V yang substansinya Akal IV → Jupiter.
5.
Wujud V itu berpikir tentang Wujud I
hingga melahirkan Wujud VI yang substansinya Akal V → Mars.
6.
Wujud VI itu berpikir tentang Wujud
I hingga melahirkan Wujud VII yang substansinya Akal VI → Matahari.
7.
Wujud VII itu berpikir tentang Wujud
I hingga melahirkan Wujud VIII yang substansinya Akal VII → Venus.
8.
Wujud VIII itu berpikir tentang
Wujud I hingga melahirkan Wujud IX yang substansinya Akal VIII → Mercury.
9.
Wujud IX itu berpikir tentang Wujud
I hingga melahirkan Wujud X yang substansinya Akal IX → Bulan.
10. Wujud X itu
berpikir tentang Wujud I hingga melahirkan Wujud XI yang substansinya Akal X →
Bumi, ruh, dan materi pertama (hyle) yang menjadi dasar terbentuknya bumi: api,
udara, air, dan tanah. Akal X ini disebut juga al-‘aql al-fa’āl (akal aktif)
yang biasanya disebut Jibril yang berperan sebagai wāhib al-suwar (pemberi
bentuk, form).
Al-Farabi membagi wujud-wujud itu ke dalam dua
kategori:
1. Esensinya
tidak berfisik (baik yang tidak menempati fisik [yaitu Tuhan, Akal I, dan
Akal-Akal Planet] maupun yang menempati fisik [yaitu jiwa, bentuk, dan
materi]).
2. Esensinya
berfisik (yaitu benda-benda langit, manusia, hewan, tumbuhan, barang-barang
tambang, dan unsur yang empat, yaitu: api, udara, air, dan tanah).
2)
FILSAFAT TENTANG MANUSIA
Menurut al-Farabi, jiwa berasal dari
pancaran Akal X (Jibril). Hubungan antara jiwa dan jasad hanya bersifat
accident (‘ardhiyyah), artinya ketika fisik binasa jiwa tidak ikut binasa,
karena substansinya berbeda. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nāthiqah (jiwa
yang berpikir) yang berasal dari alam Ilahi, sedang jasad berasal dari alam
khalq yang berbentuk , berkadar, bergerak, dan berdimensi.
Menurut Plotinus, manusia sebagai makhluk
bukanlah sebagai ciptaan Tuhan, tetapi pancaran Tuhan. Proses timbulnya
makhluk, pertama yang muncul dari yang Esa disebut jiwa. Jiwa inilah yang
menggerakan alam semesta. Kemudian dari jiwa timbul roh-roh, dari roh-roh
menimbulkan materi-materi.
3)
FILSAFAT TENTANG ALAM
Tentang penciptaan alam, Al-Ghazali
mempunyai konsep yang sangat berbeda dari konsepsi yang dimiliki para filsuf
Muslim.
Para filsuf Muslim, termasuk Ibnu
Rusyd, berpendapat bahwa alam itu azali, atau qadim, yakni tidak bermula dan tidak
pernah ada. Sementara itu, Al-Ghazali berpikir sebaliknya. Bagi Al-Ghazali,
bila alam itu dikatakan qadim, mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu
diciptakan oleh Tuhan. Jadi paham qadim-nya alam membawa kepada simpulan bahwa
alam itu ada dengan sendirinya, tidak diciptakan Tuhan. Dan, ini berarti
bertentangan dengan ajaran Alquran yang jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang
menciptakan segenap alam (langit, bumi, dan segala isinya).
Bagi Al-Ghazali, alam haruslah tidak
qadim dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada, sedangkan alam tidak ada,
kemudian Tuhan menciptakan alam, alam ada di samping adanya Tuhan. Sebaliknya,
bagi para filsuf Muslim, paham bahwa alam itu qadim sedikit pun tidak dipahami
mereka sebagai alam yang ada dengan sendirinya. Menurut mereka, alam itu qadim
justru karena Tuhan menciptakannya sejak azali/qadim. Bagi mereka, mustahil
Tuhan ada sendiri tanpa mencipta pada awalnya, kemudian baru menciptakan alam.
Dalam rangka menangkis serangan
Al-Ghazali terhadap paham qadim-nya alam, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa paham itu
tidak bertentangan dengan ajaran Alquran. Bahkan sebaliknya, pendapat para
teolog yang mengatakan bahwa alam diciptakan Tuhan dari tiada, justru tidak mempunyai
dasar dalam Alquran.
Menurut Ibnu Rusyd, dari ayat-ayat
Alquran (QS 11: 7; QS 41: 11; dan QS 21: 30) dapat diambil simpulan bahwa alam
diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada (al-'adam), tapi dari sesuatu yang telah
ada. Ia mengungkapkan hal ini dalam kitabnya Tahafut Tahafut al-Falasifah
(Kehancuran bagi Orang yang Menghancurkan Filsafat). Selain itu, ia
mengingatkan bahwa paham qadim-nya alam tidaklah harus membawa kepada
pengertian bahwa alam itu ada dengan sendirinya atau dijadikan oleh Tuhan.
Menurut Thales, asal mula, sifat
dasar dan struktur komposisi alam semesta semua berasal dari air, dan semuanya
kembali menjadi air. Bahwa bumi terletak di atas air, dan bumi merupakan bahan
yang muncul dari air dan terapung diatasnya.
Menurut Empedocles, terdapat dua
unsur yang mengatur perubahan-perubahan di alam semesta ini, yaitu Cinta dan
Benci. Cinta mengatur ke arah penggabungan, benci mengatur ke arah perceraian
atau perubahan. Proses penggabungan dan perceraian tersebut berlaku untuk
melahirkan makhluk-makhluk hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar